Tausyiah Online Dr. Muhammad Didik Hariyanto, Lc., M.P.I. Bersama Pengelola TAUD SaQu-MIT SaQu se-Indonesia
Pengajar adalah Profesi Mulia
Salah satu profesi Rasulullah ﷺ, adalah sebagai pengajar atau pendidik, sebagaimana yang termaktub dalam sebuah hadits:
وإنما بعثت معلما
“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘪𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘪𝘥𝘪𝘬 /𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳” ( HR. Ibnu Majah).
Maka berbahagialah bagi sesiapapun yang memiliki profesi tersebut, karena sejatinya telah mewarisi profesi mulia nabi ﷺ yaitu menjadi Guru.
Hikmah Menjalani Masa Karantina Global
Karantina menjadi pilihan solusi di berbagai dunia dalam rangka meminimalisir peyebaran pandemi covid 19. Terdapat beberapa hikmah yang bisa kita ambil, dibalik takdir pandemi global ini, diantaranya yaitu:
- Sarana mengevaluasi diri.
Saat inilah, masa dimana Allah berikan banyaknya keluangan waktu di rumah, menjadi sarana untuk merenungi perjalanan hidup kita. Evaluasi tersebut sangat bermanfaat sebagai sarana untuk memperbaiki diri menuju pribadi yang lebih baik.
- Waktu untuk berkhalwat bersama Allah.
Berkhalwat adalah waktu khusus yang kita sediakan untuk menyendiri, berdoa kepada Allah. Hendaknya setiap hari, kita selalu meluangkan waktu untuk berkhalwat kepada Allah. Waktu tersebut kita pergunakan untuk merenungi apa yang selama ini sudah kita kerjakan. Kesalahan apa yang sudah kita perbuat. Dan segera meminta ampunan kepada Allah. Juga memaafkan semua kesalahan dari sesama kita. Efek positif dari aktivitas ini adalah akan mewujudkan lompatan keilmuan juga lompatan kegiatan dakwah yang kita dapatkan dari petunjuk Allah.
- Masa untuk saling menumbuhkan semangat keimanan.
Panjangnya masa karantina, yang membatasi aktivitas diluar rumah, seringkali menimbulkan kejenuhan dan kegelisahan. Hal tersebut wajar terjadi. Bahkan para ulama terdahulu pun terkadang merasakan kejenuhan dalam masa menuntut ilmu. Adapun salah satu solusi yang dijalankan oleh para ulama terdahulu adalah saling memanggil, membuat majelis, untuk saling memperbarui semangat keimanan.
Cara Menumbuhkan Keimanan
- Kembali kepada Alquran
Salah satu hal yang paling utama dalam menumbuhkan keimanan adalah kembali kepada Alquran. Berikut adalah salah satu doa indah yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ;
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
“Ya Allah, sungguh aku ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, ketentuan-Mu berlaku pada diriku, keputusan-Mu adil terhadapku, Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang merupakan milik-Mu, nama yang engkau lekatkan sendiri untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di antara hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar engkau menjadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku dan pelenyap keresahanku.( HR. Al-Imam Ahmad bin Hanbal), [Musnad Ahmad no. 3712]
- Jadikan Alquran sebagai tempat berseminya hati.
Kata رَبِيعَ dalam doa tersebut, mempunya makna; semi. Doa tersebut mengajarkan kita agar menjadikan Alquran sebagai tempat berseminya hati kita. Istilah semi, jika dianalogikan pada sebuah musim. Maka musim semi inilah musim yang terindah, dimana daun yang sebelumnnya berguguran mulai menghijau, dan pepohonan mulai menumbuhkan beraneka rupa bunga.
Jika seseroang sedang penat dan lelah. Kemudian memasuki sebuah taman. Dimana didalamnya bertumbuh beraneka macam tanaman, dengan dedaunan dan bunga bunga yang indah dan berwarna warni. Tentu akan memunculkan kebahagiaan bagi pengunjungnya. Rasa lelah dan penat, bisa hilang dan terobati dari kebahagiaan menikmati taman bunga yang menghibur. Nah demikian juga Alquran. Dengan upaya kita untuk menjadi Alquran sebagai tempat kembali, maka segala penat dan lelah pun akan hilang, karena Alquran memberikan kebahagiaan yang hakiki.
- Jadikan Alquran sebagai cahaya
Banyak pesan pesan yang Allah berikan melalui Alquran. Alquran merupakan cahaya abadi yang bersumber dari Allah. Barangsiapa yang membacanya, mentadabburinya, mengamalkannya, bukan saja mendapatkan limpahan pahala, melainkan juga membuatnya terjauh dari kesedihan dan gundah gulana.
Zaman milenial ini, banyak yang mencari ketenangan melalui musik atau tempat tempat hiburan malam. Sesungguhnya hal tersebut hanyalah fatamorgana belaka. Setan membuat hal haram seolah menjadi indah. Para pelakunya pun tidak akan mendapatkan ketenangan. Karena pencerahan hakiki adalah yang bersumber dari Alquran
- Buatlah aktivitas amaliah yang manfaat
Masa karantina covid 19 adalah masa yang abnormal. Dimana kita tidak bisa melaksanakan aktivitas seperti sebelum masa karantina. Maka hanya orang prang yang sadar dan pandai memanfaatkan waktulah yang bisa berhasil menjalani masa karantina ini.
Beragam pilihan aktivitas yang dijalankan dalam mengisi masa karantina. Ada yang bersantai santai di rumah, ada yang mempunyai target meningkatkan keilmuan dengan membaca kitab kitab ilmiah ada juga yang berlomba menghafal dan menghatamkan Alquran.
Dalam mengisi karantina, bahkan, ada hamba Allah yang selama 22 tahun dan ia mampu istiqomah menghatamkan Alquran setiap 2 hari. Akan menjadi seperti apakah kita setelah 3 bulan kedepan? Apakah menjadi pribadi yang lebih baik ataukah menjadi pribadi yang merugi? Outputnya berbeda beda. Ada yang menghafalkan Alquran dalam 3 bulan. Ada juga yang menghatamkan Alquran berkali kali dalam 3 bulan. Itukah kita?
- Jadikan Wabah sebagai Pesan Cinta dari Allah
Masa sekarang ini adalah masa dimana banyak waktu luang bersama anak anak dan keluarga. Perlu kiranya kita meningkatkan peran positif dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada keluarga dan anak anak.
Betapa banyak orang tua yang lalai dalam memperhatikan pertumbuhan pendidikan akhlak anak. Sehingga setelah anaknya dewasa, sudah lebih dari 20 tahun, dan anaknya di luar prediksi dia, tumbuh menjadi anak yang membawa banyak masalah, barulah orangtuanya menyadari bahwa selama ini mereka tidak dekat dengan anaknya karena kesibukan.
Orang tua ini, seakan-akan dengan memberikan uang saku dan materi kepada anak, maka sudah sudah tertunai kewajibannya. Mereka lupa, bahwa hal yang paling berharga adalah waktu yang orang tua luangkan untuk anak anaknya. Waktu yang orang tua sediakan untuk ibadah bersama, juga waktu untuk murojaah bersama anak anaknya.
Zaman sekarang ini, anak sudah jauh dari fitrahnya. Artinya anak tidak lagi dianggap sebagai penyejuk pandangan atau sebagai qurrota a’yun. Demikian karena anak bukan lagi menjadi prioritas perhatian utama. Prioritas orang tua sudah bergeser kepada aktivitas bisnis atau karier yang harus dikejar.
Maka masa Pandemi ini, jadikan sebagai pesan cinta dari Allah kepada kita, agar kita kembali memaksimalkan waktu kita untuk meningkatkan peran kita kepada keluarga dan anak anak kita.
- Perbanyak Syukur
Anak adalah karunia dari Allah. Jika pasangan suami istri melakukan flash back. Pada masa awal setelah pernikahan, maka harapan terbesar adalah ingin disegerakannya mempunyai buah hati. Dan Masya Allah, Allah telah mengkaruniakan anak anak yang menyenangkan disisi kita. Banyak orang orang yang tidak seberuntung kita. Dan itu bukan dialami oleh manusia biasa, melainkan dialami manusia-manusia pilihan. Dialami oleh para Nabi.
Tidakkah kita bersyukur? Nabi Ibrahim, pada usia menginjak 100 tahun, masih belum dikaruniai anak oleh Allah. Dan banyak lagi manusia yang belum dikaruniai anak, maka mereka mengusahakan sekuat tenaga. Apapun yang mereka miliki, mereka siap mengorbankannya dan menukarnya dengan seorang anak.
Betapa banyak juga orang tua yang menginginkan anak, tapi ternyata wafat sebelum melihat anaknya. Tak seorangpun berharap, bahwa ia wafat pada masa sebelum kelahiran anaknya. Tentu semua berharap memiliki anak dan mampu menimangnya serta membesarkannya sebelum diwafatkan. Dan harapan itupun tidak dialami oleh Ayahanda dari Nabi mulia ﷺ, yaitu Abdullah. Dimana Abdullah wafat sebelum sempat melihat kelahiran anaknya. Maka atas semua itu, masih pantaskah kita untuk mengeluh?
Notulen: Fahmi Afnariyadi
Editor: Tanti Ummu Fadhlan