- Pahala 10 Kebaikan Pada Setiap Huruf Alquran
Betapa besarnya pahala ketika membaca Alquran. Bahkan setiap huruf dalam Alquran, bisa mendatangkan pahala hingga 10 kebaikan. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Abdullah bin Mas’ud RA berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Alquran, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)[1]
Ketika kita membaca surat terpendek dalam Alquran yaitu QS.Alkautsar yang terdiri dari 3 ayat, dimana surat tersebut mengandung 42 huruf, maka bisa mendatangkan pahala 420 kebaikan, bagaimana halnya dengan membaca surat lain yang lebih panjang?
Imam Syafii dalam sebuah kitabnya menyampaikan bahwa total semua huruf dalam Alquran sebanyak 1.027.000 (satu juta dua puluh tujuh ribu). Jumlah ini sudah termasuk jumlah huruf ayat yang di-nasakh.[2] Bayangkan jika kita menghatamkan Alquran, maka bisa mencapai 10 juta kebaikan yang didapatkan.
Dalam analogi sederhana, jika kita diminta membaca ayat Alquran oleh seorang Juri Lomba, dimana satu hurufnya akan diberi hadiah senilai 10 $, maka kita akan berlomba dan berlama-lama membacanya. Demikian karena hanya dengan duduk saja, membaca satu halaman Alquran yang terdiri dari 600 huruf, maka sudah bisa mengantongi 6.000$ atau setara dengan 87 juta rupiah.
Siapakah yang tidak tergiur dengan hadiah tunai sebesar itu? Adapun derajat kebaikan yang Allah siapkan disisiNya, sesungguhnya lebih mulia, lebih agung daripada nominal duniawi. Dimana surga yang Allah siapkan, saking indahnya, bahkan belum pernah ada di lintasan imaginasi manusia. Apakah hadiah yang sedemikian agungnya tidak lebih layak untuk diraih? Hadiah pahala dari Allah ﷻ yang membawa keberkahan bukan saja di dunia, namun juga di akhirat.
2. Paling Berhak Menjadi Imam
Salah satu kemuliaan bagi seseorang yang bagus bacaan Alqurannya adalah haknya untuk menjadi Imam. Meskipun usianya lebih muda, namun jika bacaaan Alqurannya bagus, tartil, dan lebih banyak hafalan Alqurannya, maka ia berhak menjadi imam. Ia berhak mengimami makmum yang lebih tua usianya baik dalam shalat sunnah maupun shalat fardhu.
Sebagaimana sebuah hadits: Nabi ﷺ bersabda,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ وَأَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً فَإِنْ كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِى الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا وَلاَ تَؤُمَّنَّ الرَّجُلَ فِى أَهْلِهِ وَلاَ فِى سُلْطَانِهِ وَلاَ تَجْلِسْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَكَ أَوْ بِإِذْنِهِ
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan Alqurannya dan paling sempurna bacaannya. Jika bacaan Alqurannya sama, maka yang berhak menjadi imam adalah yang paling duluan berhijrah. Jika hijrahnya sama, maka yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling tua usianya. Dan janganlah seseorang mengimami di wilayah orang lain, kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim 1566 & Abu Daud 582).
Anak usia dini, yang sudah mumayyiz (mampu membedakan yang baik dan buruk) meskipun belum berusia dewasa, jika memiliki bacaan Alquran yang paling bagus, maka diperbolehkan juga untuk menjadi Imam.
Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Salamah,
عن عمرو بن سلمة-رضي الله عنه-أن النَّبيَّ-صلى الله عليه وسلم-,قال لأبيه: (و ليؤمكم أكثركم قرآناً) فنظروا فلم يكن أحد أكثر قرآناً مني؛ لما كنت أتلقى من الركبان، فقدموني بين أيديهم، وأنا ابن ست سنين أو سبع سنين
Dari ‘Amr bin Salamah RA, bahwasanya Nabi ﷺ berkata kepada ayah ‘Amar: “dan hendaknya yang mengimami kalian adalah yang paling banyak (bacaan) Alqurannya !” Kemudian para sahabat saling berpandangan dan mereka tidak melihat seorangpun yang paling banyak bacaan Alquran-nya kecuali saya. Ketika saya turun dari tunggangan, mereka pun mendorong saya menjadi Imam mereka dan usia saya waktu itu 6 atau 7 tahun.“[3] (Shahih Bukhari).
Pelajaran dari Hadits tersebut adalah, diperbolehkannya anak kecil menjadi imam dalam shalat wajib dan sunnah. Pendapat tersebut merupakan pendapat Ulama Syafi’iyah dan riwayat dari Imam Ahmad. Anak kecil tersebut, dipilih menjadi imam apabila ia paling pandai di dalam membaca Alquran.
Kedua hadits tersebut, juga menjadi bukti, bahwa kemuliaan derajat seseorang juga ditentukan melalui Alquran. Kita bisa melihat pada masa kekhalifahan. Pasca rasulullah wafat, yang diminta untuk menjadi imam adalah Abu Bakar ra. Sahabat Nabi tersebut sangat bagus pemahamannya terhadap Alquran. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ketika Rasulullah ﷺ sakit keras, ada seseorang yang menanyakan imam shalat kemudian beliau bersabda,
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
“Perintahkan pada Abu Bakar agar ia mengimami shalat.” ‘Aisyah lantas berkata,
إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ ، إِذَا قَرَأَ غَلَبَهُ الْبُكَاءُ
“Sesungguhnya Abu Bakr itu orang yang sangat lembut hatinya. Apabila ia membaca Alquran, ia tidak dapat menahan tangisnya.” Namun beliau bersabda, “Tetap perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 713 dan Muslim no. 418)
Demikianlah, kualitas iman Abu Bakar sangat terlihat, terutama saat shalat, dimana beliau seringkali menitikkan air mata saat membaca ayat ayat Alquran. Selain Abu Bakar, mari kita lihat sekilas profil khalifah sesudahnya, yaitu Umar bin Khatab ra. Sahabat yang bergelar Alfaruq ini juga didaulat menjadi imam pasca wafatnya Abu Bakar ra. Bahkan Umar ra pun wafat lantaran ditikam oleh seorang yahudi pada saat menjadi imam shalat subuh. Luka tikaman itulah yang menjadi sebab syahidnya Umar ra. Jika kita mengamati para imam tersebut, ternyata mereka terpilih menjadi pemimpin umat juga.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan? Sungguh betapa besar karunia dan nikmat yang telah Allah anugerahkan untuk kita. Ketika Allah menunjukkan kita untuk menekuni perkara terbaik yaitu menjadi pendakwah Alquran, penjaga Alquran maka itulah jalan yang bisa memuliakan kita di dunia dan akhirat. Adapun mayoritas pekerjaan yang telah Allah karuniakan kepada kita, untuk dekat kepada Alquran, maka itulah jalan kemuliaan kita.
3. Kesempatan Meraih Surga Tertinggi
Surga merupakan balasan yang diberikan Allah ﷻ kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Surga memiliki beberapa tingkatan. Salah satu hadiah istimewa dari Allah bagi para Ahlul Quran adalah derajat tingkatan Syrga yang tinggi dengan bacaan Alqurannya.
Sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
“Dikatakan kepada orang yang membaca Alquran nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914.)
Imam al-Khathabi rahimahullah menjelaskan bahwa terdapat dalam atsar dimana jumlah ayat Alquran menentukan ukuran tangga surganya. Disampaikan kepada para penghafal Alquran, ‘Naiklah ke tangga sesuai dengan yang kamu baca dari Alquran. Barangsiapa yang menyempurnakan bacaan seluruh Alquran maka ia mendapatkan tangga surga tertinggi dan siapa yang membaca satu juz darinya maka akan naik ke tangga sesuai ukuran tersebut. Sehingga ujungnya pahala berada pada ujungnya bacaannya’.[4]
Subhanallah demikianlah busyra (kabar gembira) dari Allah kepada para pembaca Alquran. Adapun para pengafal Alquran tentu mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk meraih surga tertinggi karena tidaklah seseorang bisa menghafal Alquran kecuali setelah ia mengulang-ulang bacaannya.
(Bersambung Bag. III)
_________
Penulis adalah Pimpinan Islamic Center Wadi Mubarak, gelar Doktor Quranic Parenting disematkan setelah mempertahankan disertasi berjudul “Konsep Parenting (Al-Tarbiyah Al-Wâlidiyyah) dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Sejarah Nabi Ya’qub A.S.)” di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, tahun 2017.
*Penulis skrip dan editor Tanti Ummu Fahdlan
[1] Dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469
[2] Imam Syafi’i dalam kitab Majmu al-Ulum wa Mathli’u an Nujum dan dikutip oleh Imam ibn ‘Arabi dalam mukaddimah al-Futuhuat al-Ilahiyah
[3] Hadis tersebut terdapat dalam Shahih Al Bukhari, Sunan Abi Dawud, dan Sunan Al-Nasa’i.
[4] Dalam Ma’âlim as-Sunan (2/136)