Masjid Jami Wadi Mubarak Bogor, 14 Januari 2021.
Umat Islam Indonesia kembali kehilangan salah satu guru terbaiknya. Hari ini telah wafat Syaikh Ali Saleh Muhamad Ali Jaber. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan beliau dan menempati tempat terbaik di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Fenomena wafatnya ulama menjadi pengantar dalam liqa maftuh yang disampaikan oleh pengasuh STIU Wadi Mubarak, Dr. KH. Didik Haryanto, Lc., M.P.I. di hadapan seluruh sivitas akademika.
Liqa maftuh ini sudah lama tidak dilakukan sejak beliau kembali menempuh studi doktoral di Timur Tengah sejak dua tahun terakhir. Di kesempatan langka dan berharga ini pengasuh memberikan beberapa nasihat penting bagi seluruh sivitas akademika.
Pertama, seluruh sivitas, baik mahasiswa dan dosen harus memiliki semangat menuntut ilmu yang tinggi. Menjadi seorang ulama.
Sudah banyak ulama besar baik nasional maupun internasional wafat di masa pandemi ini. Seluruh mahasiswa, harus menanamkan tekad untuk menjadi pewaris para ulama dengan menerapkan semangat belajar yang tinggi.
Umat butuh kaderisasi ulama. Allah menghapus ilmu dengan mewafatkan ulama. Jangan sampai, ketika para ulama wafat, masyarakat kehilangan tempat bertanya. Jangan sampai muncul para pemimpin jahil yang mengeluarkan fatwa sesat dan menyesatkan.
Kedua, tingkatkan daya baca dan daya telaah kita.
Ulama-ulama besar sangat dekat dengan kitab. Buatlah hari-hari kita lebih produktif dengan membaca. Jangan sampai terlalaikan oleh gawai dan hal-hal lain yang melenakan.
Ketiga, jangan patah arang dengan kemampuan yg terbatas.
Tidak semua orang dilahirkan cerdas. Bagi mahasiswa yang lambat menghafal, bersyukurlah Allah membuat antum lebih berlama-lama dengan al Quran ketika teman lain sudah mulai berleha-leha.
Keempat, bersyukurlah jadi seorang penghafal al Quran.
Sejatinya, baru mulai menghafal selepas tamat SMA masih terbilang terlambat. Apalagi jika bercita-cita jadi ulama. Bagaimanapun, bersyukurlah berkesempatan menghafal al Quran. Ini sudah menjadi langkah yang tepat untuk menyiapkan diri.
Kelima, milikilah jiwa melayani.
Pemimpin yang baik adalah yang sepenuh hati melayani. Jadi seorang ulama yang sepenuh hati melayani dan mengajar muridnya. Jiwa ini haruslah dimiliki oleh seluruh sivitas akademika.
Keenam, Setiap sivitas akademika harus memiliki jiwa pejuang.
Jangan pernah takut menjadi pejuang. Jadilah para penolong agama Allah. Allah pasti akan menolong segala macam urusan kita.
Ketujuh, perkuat dan rawat dzikir harian kita.
Pertahankan dzikir 5 juz. Dzikir akan mengubah jiwa seseorang. Jangan hiasi lidah kita dengan hal-hal tidak bermanfaat bagi jiwa seperti musik dan hal-hal melalaikan lainnya.
Kedelapan, jadilah pemuda-pemuda Islam.
Islam harus menjadi identitas yang mewarnai jati diri kita. Mewarnai cara berfikir kita. Cara bersikap kita. Jadikan Islam sebagai warna diri kita, bukan identitas suku, bangsa atau lainnya.
Dalam konteks menuntut ilmu, jika mahasiswa Indonesia di luar negeri dikenal pemalu dalam berdiskusi dan pasif dalam perkuliahan, ingatlah bahwa sebagai seorang muslim kita tidak boleh malu dan dituntut memiliki gairah dan semangat dalam belajar.
Demikianlah 8 nasihat yang diringkas dari begitu banyak kalimat berharga yang disampaikan pengasuh STIU Wadi Mubarak Bogor kepada sivitas akademika. Dalam liqa maftuh ini sangat tampak kerinduan pengasuh kepada seluruh sivitas akademika. Begitu pun sebaliknya, para mahasiswa, dosen, musyrif, dan seluruh staf tampak antusias hadir dan menyimak. (ARH)