Para Ulama Salaf Sudah Hafal Al-Qur’an Sejak Kecil
Para ulama terdahulu adalah orang orang yang sangat patut kita contoh semangatnya dalam menuntut ilmu, sekaligus patut kita ambil ilmunya. Sebab, dicabutnya ilmu tiada lain ialah dengan dicabutnya para ulama itu sendiri dalam arti diwafatkan.
Maka hendaknya kita banyak belajar kepada para ulama, termasuk mencontoh mereka dalam menuntut ilmu, agar suatu ilmu tersebut tidak lenyap karena tidak ada yang memeliharanya. Salah satu upaya menuntut ilmu yang dicontohkan oleh para ulama salaf adalah menghafal Al-Qur’an sejak kecil.
Berikut ini beberapa ulama yang sudah menghafalkan Al-Qur’an sejak kecil:
- Imam Syafi’i Rahimahullah beliau hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun dan hafal Muwaththa’ karya Imam Malik di usia 10 tahun. Jika pada usia 7 tahun sudah hafal Al-Qur’an, maka beliau mulai belajar dan tahap menghafal pada sebelum usia 7 tahun.
- Syaikhul Islam, ibnu Taimiyah, ulama madzhab Hambali sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 7 tahun.
- Ibnu Hajar, Syaikh Amin Syinqithi pengarang kitab Adwa Al-Bayan, beliau hafal Al-Qur’an usia 10 tahun.
- Syaikh Muhammad Ibrohim, beliau termasuk anggota Majelis Ulama Saudi, hafal Al-Qur’an di usia 11 tahun
- Syaikh Bin Baz, ulama kontemporer yang ahli dibidang sains Hadist, Aqidah, dan Fiqh telah mampu menghafal Al-Qur’an sejak kecil, pada saat menghafalnya dia rutin bermurojaah kepada Syaikh Abdullah bin Furaij. Beliau menjadi Penghafal Al-Qur’an sebelum usia baligh.
Betapa Kuatnya Hafalan Para Ulama Salaf
Bila kita membuka lembaran kisah perjalanan hidup para ulama salaf terdahulu, maka akan kita dapatkan banyak sekali pelajaran dan hikmah yang sangat berharga dari kehidupan mereka. Perjuangan, pengorbanan, penderitaan, cita-cita, harapan, dan doa, semuanya itu seakan mewarnai perjalanan hidup mereka yang sangat berharga bagi kita, bahkan bisa kita katakan ” ajaib “, karena sangat jarang dan mungkin tidak kita temukan di zaman sekarang ini. Diantara keajaiban tersebut adalah kekuatan hafalan para ulama salaf yang diabadikan dalam berbagai kitab sejarah.
Diantara Ulama Salaf sekaligus Penguasa Mesir yang kuat hafalannya adalah Maslamah bin Makhalad. Maslamah merupakan salah satu dari empat panglima perang yang terpilih oleh Umar RA untuk memimpin empat ribu pasukan dalam melawan tentara Romawi di Mesir. Bahkan masing-masing pasukan ini, kekuatannya menyamai seribu pasukan. Ketiga lainnya adalah Zubair bin Awwam, Miqdad bin Aswad dan Ubadah bin Shamid.
Maslamah terlahir di Madinah pada 616 M dari suku Khazraj, salah satu suku tersesar di Madinah. Oleh karenanya, dibelakang namanya di sematkan nama “al-Kharaji”. Meninggal pada 53 H ( April 682 M) di Iskandariyah Mesir.
Maslamah masuk islam ketika usia 4 tahun, dan ketika Rasulullah wafat, usia Maslamah adalah 14 tahun. Pada era Bani Umayah, Maslamah diangkat menjadi Gubernur Mesir dan disanalah menjadi inisiator pertama yang membuat menara khusus untuk azan. [1]
Mujahid, seorang imam dalam bidang tafsir, dimana hidup sejaman dengan Maslamah, pernah mengatakan tentang Masmalah; “Tadinya aku mengira dirikulah orang yang paling baik dalam hafalan Al-Qur’an. Namun ketika aku shalat di belakang Maslamah, ia membaca surah Albaqarah secara utuh tanpa kesalahan sedikitpun baik wau atau alif”[2]
Masya Allah, sedemikian dahsyatnya pengaruh Al-Qur’an dalam membentuk pribadi yang kuat dan tangguh. Maslamah, seorang Panglima Perang yang kekuatannya menyamai seribu tentara, ternyata ia adalah Penghafal Al-Qur’an yang bahkan membuat Mujahid takjub. Lantaran saking kuatnya hafalannya dan bahkan Mujahid tidak menemukan kesalahan setiap hurufnya saat Maslamah membaca Surat Albaqarah.
Al A’masy-Ulama yang Mendapat Julukan Al-Mushaf.
Dialah Sulaiman bin Mihran Al-Hasadi Al-Kahali abu Muhammad Al-Kufi Al-A’masy dan lebih dikenal dengan panggilan Al-A’masy. Lahir di daerah Ar-Rayi pada tahun 61 H dan kemudian berpindah ke Kufah. Ia adalah salah seorang ulama yang ahli dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist dan seorang yang mendapat julukan Al-Mushaf karena kekuatan hafalannya dan kejujurannya. Para ulama banyak mengoreksikan hafalannya pada beliau. Ia seorang yang memang miskin harta dunia tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan.
Banyak ulama besar yang berguru kepadanya seperti Asy-Syu’bah,Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin ‘Uyainah dls. Beliau merupakan orang yang paling tahu tentang hadist Abdullah bin Mas’ud, beliau pernah melihat sahabat Anas bin Malik akan tetapi beliau tidak meriwayatkannya darinya secara langsung (melalui perantara).[3]
Sanjungan Ulama Terhadapnya
Ahmad bin Abdillah Al-Ajali berkata “Al-A’masy adalah orang yang kokoh pendiriannya dan kuat hafalannya. Dia adalah juru bicara penduduk Kufah pada masanya,dan ada yang mengatakan bahwa ia menguasai empat ribu hadist akan tetapi tidak mempunyai kitab. Ahmad berkata dia sering membaca Al-Quran,fasih dalam membacanya dan salah seorang yang pakar bidangnya.”[4]
Dari Ibnu ‘Uyainah dia berkata “Al-A’masy lebih mempunyai tempat di hati kaum muslimin karena ada empat hal : yaitu dia adalah orang yang paling fasih dalam membaca Al-Quran, paling banyak hafalan hadistnya, ahli dalam bidang Faraid dan beberapa keunggulan lainnya.” Ahmad berkata “Abu Ishaq dan Al-A’masy adalah dua tokoh penting penduduk Kufah.”[5]
Ibnu Madani berkata, “Penjaga ilmu dari ummat Muhammad ada enam Amru bin Dinar di Mekkah, Az-Zuhri di Madinah, Abu Ishaq As-Sabi’I dan Al-A’masy di Kufah Qotadah dan Yahya bin Abi Katsir di Bashrah.” Syu’bah berkata “Tidak ada orang yang membacakan hadist kepadaku seperti Al-A’masy.”
Hasyim berkata, “Aku tidak melihat ada seorangpun di Kufah yang lebih baik bacaannya tentang kitabullah selain Al-A’masy.”[6]
Abdulllah bin Dawud Al-Kuraibi berkata “Aku pernah mendengar jika Asy-Syu’bah mendengar nama Al-A’masy maka dengan cepat ia akan berkata Al-Mushaf.” –Al-Mushaf (orang itu seperti mushaf).
Umar bin Ali berkata: “Al-A’masy disebut dengan al mushaf karena kejujurannya.” [7]
Waki’ bin Al-Jarah berkata: ”Hampir selama tujuh puluh tahun Al-A’masy tidak pernah tertinggal dari takbiratul ihram pertama (melakukan shalat di awal waktu).”
Abdullah Al-Khuraibi berkata: Tidak ada orang yang datang sesudah Al-A’masy yang lebih banyak ibadah darinya.”[8]
Abdurrazak berkata: “Beberapa orang dari sahabat kami telah memberitahukan kepada kami , sesungguhnya Al-A’masy sering bangun tidur karena ada keperluan dia tidak menyentuh air akan tetapi meletakan tangannya pada dindng dan bertayamum kemudian tidur lagi lalu ada orang yang menanyakan kebiasaan itu kepadanya dia berkata aku takut meninggal dunia dalam keadaan tidak bersuci.”[9]
Ibrahim bin Uru’rah berkata: “Aku pernah mendengar bahwa Yahya Al-Qahtan setiap disebutkan nama Al-A’masy maka dia akan berkata dia adalah ahli ibadah, selalu menjaga shalat berjamaah, dan berada pada barisan terdepan. Dia merupakan simbol dan contoh bagi umat islam dan dia selalu berusaha mendapatkan barisan terdepan.”[10]
Abu Nu’aim berkata: “Abdussalam berkata, setiap berbicara, Al-A’masy selalu tenang dan menghormati ilmu pengetahuan.”[11]
Demikianlah petikan keteladanan dari para ulama yang penuh dengan pelajaran yang berharga. Al A’masy meninggal pada bulan Rabiul Awal tahun 146 H. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan memberikan balasan atas segala jasa serta kebaikan beliau.
(Bersambung Bag. IV)
Penulis adalah Pimpinan Islamic Center Wadi Mubarak, gelar Doktor Quranic Parenting disematkan setelah mempertahankan disertasi berjudul “Konsep Parenting (Al-Tarbiyah Al-Wâlidiyyah) dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Sejarah Nabi Ya’qub A.S.)” di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, tahun 2017.
[1] Abdul Wadud Kasyful Humam , 40 Sahabat Nabi yang Memiliki Karamah, Elex Media Komputindo, Jakarta 2016
[2] Qasim A Ibrahim dan Muahammad A Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam – Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Al-Mauwsu’ah al-Muyassarah fi al-Tarikh al-Islami), Terj.Zainal Arifin (Jakarta, Zaman, 2014).
[3] Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzib At-Tahdzib, (Libanon , Dar Shadir Beirut 1325 H) Juz 4.
[4] Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Salaf, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2007 M).
[5] Imam Adz-Dzahabi, Siyaru ‘Alam An-Nubala, (Libanon, Darul Fikr Beirut, 1996 M / 1417 H) Juz 6.
[6] Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, op. cit
[7] Syaikh Ahmad Farid, op.cit
[8] Imam Adz-Dzahabi, op.cit
[9] Syaikh Ahmad Farid, op.cit
[10] Imam Adz-Dzahabi, op.cit
[11] Syaikh Ahmad Farid, op.cit