KIAT ULAMA SALAF AGAR MEMILIKI HAFALAN YANG KUAT
Ulama Salaf dalam menuntut ilmu dimulai dari menghafal Al-Qur’an. Bahkan para Ulama juga mengatakan, bagi seseorang yang sudah terlanjur menuntut ilmu lain, walaupun sudah tua, sebaiknya dihentikan dahulu kegiatan-kegiatan keilmuannya dan mengkhususkan untuk menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu.
Memulai Menghafal Lima Ayat Demi Lima Ayat.
Banyak metode yang digunakan oleh Ulama Salaf dalam menghafal Al-Qur’an. Diantaranya adalah memulai menghafal dengan lima ayat demi lima ayat. Demikian karena Malaikat Jibril, menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah ﷺ juga secara bertahap yaitu dimulai dari lima ayat. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadits Riwayat Ibnu Asakir:
ان أبو سعيد الخدرى يعلمنا القرأن خمس أيات بالغداة وخمس ايات بالعشى ويخبر أن جبريل نزل بالقران خمس اايات خمس ايات
(رواه إبن عساكر)
Artinya: “Abu Said al-Khudri mengajarkan Al-Qur’an kepada kami, lima ayat di waktu pagi dan lima ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa jibril menurunkan Al-Qur’an lima ayat-ayat.”
Dan juga ada Hadis Riwayat Baihaqi
(تعلموا القران خمس اايات خمس ايات فان جريل كان ينزل بالقران على النبى صلى الله عليه وسلم خمسا خمسا (رواه البيهقى
Artinya: Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat demi lima ayat, karena Jibril menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi SAW. Lima ayat demi lima ayat.”
Ketika kita menghafal Al-Qur’an, jangan menjadikan keinginan untuk cepat khatam Al-Qur’an sebagai prioritas utama. Sehingga tergesa-gesa di dalam membacanya, lantaran mengejar keinginan untuk segera menuntaskan hafalan 30 juz. Semestinya yang kita lakukan adalah meniru cara ulama terdahulu di dalam menghafal. Yaitu memulai dengan jumlah hafalan yang sedikit. Membacanya dengan tartil, selalu mengulangi hafalannya, sehingga hafalan yang dimilkinya akan mutqin.
Jadi bagi kita yang mungkin kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an maka bisa memulai dari jumlah yang sedikit. Bahkan dimulai dengan satu ayat. Karena ulama salaf ada juga yang menghafal dengan jumlah satu ayat. Namun Ia ulangi satu ayat tersebut dalam jumlah yang banyak.
Padahal di dalam Al-Qur’an ada enam ribuan ayat. Itu berarti membutuhkan waktu selama 18 tahun untuk selesai menghafal Al-Qur’an. Hendaknya kita bisa menikmati proses menghafal Al-Qur’an karena para ulama terdahulu juga membutuhkan waktu yang panjang dalam menghafalkan Al-Qur’an.
Saat ini, ada beberapa lembaga Pesantren yang menetapkan target bagi santrinya, yaitu dalam waktu satu-dua atau tiga tahun untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an. Nah yang terpenting dari target tersebut adalah kemutqinannya.
Jika Allah memberikan kelebihan kepada kita berupa mudahnya menghafal dan kuatnya muraja’ah, kemudian bisa hafal dalam enam bulan atau dalam setahun, maka itu bagus sekali dan luar biasa. Dan yang terpenting mutqin.
Adapula lembaga yang membuat program yaitu hafal dan khatam dalam 30 hari, 40 hari, jika target tersebut dipaksakan, maka dikhawatirkan akan cepat hilang juga hafalannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah firmanNya:
“وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا….”
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…..” Qs. An Nahl: 92
Ayat tersebut menjelaskan bahwa janganlah seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya, Yakni benang yang telah telah dipintal baik itu dari katun, wol, atau lainnya dan setelah menguatkan pintalannya, ia mencerai beraikannya seperti sedia kala. [1]
Ayat tersebut juga memberikan kiasan, bahwasannya jangan sampai kita hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan hafalan, yaitu dengan selalu menyetorkan hafalan baru tanpa murojaah. Sehingga hafalan yang dimilikinya akan cepat hilang. Maka yang menjadi acuan kita dalam menghafal, adalah metode yang diterapkan ulama salaf. Yaitu memprioritaskan kekuatan hafalan atau mutqin dan memulainya dengan hafalan jumlah ayat yang sedikit.
____________
Penulis adalah Pimpinan Islamic Center Wadi Mubarak, gelar Doktor Quranic Parenting disematkan setelah mempertahankan disertasi berjudul “Konsep Parenting (Al-Tarbiyah Al-Wâlidiyyah) dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Sejarah Nabi Ya’qub A.S.)” di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, tahun 2017.
[1] Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz,Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah (Madinah, Markaz Ta’dzhim al-Qur’an-Fakultas al-Qur’an Universitas Islam Madinah)