Tips Manajemen Masjid ala Masjid Jogokariyan
Siapa yang tidak kenal Masjid Jogokariyan? Salah satu masjid di daerah Yogyakarta ini dikenal luas sebagai salah satu masjid percontohan dalam hal manajemen dan kemakmuran masjidnya.
Pada malam Sabtu 15 Januari 2021, Kampus STIU Wadi Mubarak bersyukur dikunjungi oleh tamu istimewa dari Masjid Jogokariyan, beliau adalah salah satu dari Dewan Syuro Masjid Jogokariyan yang juga mantan Ketua Takmir Masjid tersebut.
Dalam kesempatan istimewa tersebut, Ustadz Fanni Rahman, akrab dipanggil abah Fani, berkenan memberikan kuliah umum singkat tentang tips mengelola masjid yang baik. Tentu saja, berdasarkan pengalaman yang berhasil diterapkan di Masjid Jogokariyan.
Pertama, penamaan masjid.
Bukan tanpa alasan masjidnya diberi nama Jogokariyan. Menurut penjelasan Abah Fanni, penamaan ini diniatkan untuk mencontoh Rasulullah SAW yang biasa memberi nama masjid sesuai nama daerah di mana masjid tersebut berada. Dengan kata lain, Jogokariyan sebetulnya nama daerah di mana masjid berada.
Kedua, kenali jamaah masjid kita.
Mengenali sasaran atau jamaah masjid merupakan hal penting. Mengenal jamaah masjid kita, bukan sekadar mengenal jumlah dan nama jamaah saja. Bahkan, mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan informasi penting lainnya yang bisa menentukan jenis pelayanan masjid terhadap jamaahnya.
Ketiga, butuh proses panjang dalam memakmurkan masjid.
Butuh kesabaran. Step by step. Pencapaian Masjid Jogokariyan saat ini tidak dicapai dalam kurun waktu yang singkat. Ada susah payahnya. Ada perjuangannya. Upaya kerja keras yang dilakukan oleh para pengurus masjid tentu akan membuahkan hasil. Dulu, misalnya, Masjid Jogokariyan pernah mengalami beberapa bentuk penolakan dari masyarakat, namun akhirnya bisa diatasi dengan baik oleh pengurus disertai dukungan masyarakat lainnya. Intinya, untuk mendapat kepercayaan itu butuh proses.
Keempat, dibutuhkan kreativitas dalam menyusun program.
Tidak banyak masjid yang memberi perhatian pada musafir atau orang-orang yang sedang bepergian, terutama yang kehabisan bekal atau ongkos. Masjid Jogokariyan menangkap fenomena ini dengan membuat program berupa santunan ongkos pulang bekerjasama dengan PTKAI supaya musafir tersebut bisa kembali pulang ke tempat asalnya. Ini adalah salah satu bentuk kreativitas pengurus dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Kelima, Berkomitmen menjadi pelayan umat atau Jamaah.
Karena masalah kepercayaan, banyak masjid menerapkan jam buka dan tutup masjid. Tetapi, ketika kepercayaan masyarakat sudah terbangun, maka masjid harus memaksimalkan fungsi pelayanan terhadap jamaahnya. Di Masjid Jogokariyan, jamaah bisa datang kapan saja ke masjid. Masjid 24 jam terbuka bagi siapa saja yang ingin beribadah.
Keenam, Masjid harus menjadi bagian pemecahan masalah umat atau jamaah.
Masalah yang dihadapi jamaah pasti sangat banyak. Tidak melulu masalah moral dan akidah, juga masalah sosial dan ekonomi. Selain mengenali permasalahan jamaah tersebut, Masjid Jogokariyan berupaya menjadi problem solver dengan membuat program-program yang bisa mengatasi atau meringankan masalah yang dihadapi jamaahnya. Misal, program pelunasan hutang bagi jamaah yang terlilit hutang terutama hutang riba. Juga masih banyak program sosial ekonomi lain yang sifatnya berkelanjutan.
Demikian beberapa tips manajemen masjid yang disampaikan oleh tamu kampus dari Masjid Jogokariyan. Abah Fanni meminta tips-tips di atas menjadi perhatian bagi mahasiswa STIU Wadi Mubarak yang kelak menjadi da’i di tengah masyarakat.
Sebagai dai, kita harus mampu merangkul dan memberdayakan masyarakat dengan kegiatan dan acara-acara yang edukatif dan tidak hanya menjadikan masjid sebagai tempat sholat saja, tetapi sebagai pusat pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. (RF/Prince of Alhambra)