Kesabaran Nabi Ibrahim dan Kerinduan Hadirnya Anak
Ibrahim As, Nabi yang mendapat kedudukan istimewa di sisi Allah ini, belum dikaruniai anak, hingga umurnya mencapai 86 tahun. Nabi yang mulia, diantara kemuliaannya adalah ia mendapat gelar sebagai Abul anbiya’ (Bapaknya para nabi). Dimana seluruh nabi-nabi yang lahir setelahnya, kesemuanya adalah keturunannya. Ia juga mendapat gelar ‘khalilullah’ (kekasih Allah), karena ia selalu taat kepada perintah Rabbnya, selalu sabar dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Dari berbagai gelar yang disematkan kepadanya, maka bisa kita lihat, betapa istimewa dan betapa tingginya kedudukan nabi Ibrahim disisi Allah. Sudah sedemikian istimewanya pun, Ibrahim belum mendapat karunia anak hingga usianya mencapai 86 tahun.
Sungguh betapa berat ujiannya, sebanding dengan kemuliaan yang ia dapatkan. Nabi yang juga manusia. Tentu memiliki keinginan selayaknya umumnya manusia, yaitu mempunyai keturunan. Kita bisa membayangkan, betapa besar kerinduan pasangan keluarga Ibrahim akan hadirnya keturunan yang bisa mewarisi kenabiannya. Sebagaimana termaktub dalam Qs. As-Shaffat : 100
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
Sebuah rumah tangga, terasa kurang lengkap tanpa hadirnya seorang anak. Anak adalah pelipur lara. Demikian juga yang dirasakan oleh Ibrahim. Ia sangat mendambakan hadirnya anak sebagai pelengkap keluarga, pelipur lara juga mewarisinya dan membantunya dalam ketaatan.
Tafsir Almukhtashar menjelaskan ayat tersebut dengan; ”Sesunggunya aku berhiijrah kepada Tuhanku dari negeri kaumku ke tempat dimana aku bisa beribadah kepada Tuhanku. Sesungguhya Dia akan menunjukkan kebaikan kepadaku dalam agama dan duniawiku. Wahai Tuhanku, berilah aku anak yang shalih.”
Tafsir Almuyasar menyebutkan bahwa Ibrahim meminta kepada Allah untuk dianugerahkan seorang anak yang shalih yang membantunya dalam ketaatan kepada Allah dan menghiburnya di negeri yang asing. Demikian karena Ibrahim dilahirkan dan besar di Irak. Saat mendakwahi kepada kaumnya dan mendapati kaumnya tidak juga beriman, akhirnya Ibrahim hijrah ke Palestina. Dalam masa kemarau panjang, Ibrahim juga sempat hijrah ke Mesir. Hingga akhirnya kembali lagi ke Palestina dan menetap disana. Tepatnya di Hebron (Mantiqah Khalil). Di negeri yang terasing inilah, Ibrahim sangat merindukan hadirnya anak yang bukan saja sebagai penerus kenabiannya, melainkan juga pelipur laranya.
Doa Nabi Ibrahim – Meminta Keturunan Shalih
Salah satu keteladanan yang bisa kita contoh dari Nabi Ibrahim adalah berdoa kepada Allah dengan meminta keturunan shalih. Sebagaimana doanya,
(Qs. As-Shaffat: 100) رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Kita dianjurkan untuk meminta anak dengan sifat-sifat baik yang diridlai Allah. Diantara sifat yang tak kalah pentingnya untuk kita doakan adalah anak yang bisa menjaga nama baik, juga bisa merawat kedua orang tuanya kelak. Saat orang tua sudah mulai melemah, bertambah usia, kekuatan berkurang, sudah tidak bisa banyak beraktivitas maksimal, maka hadirnya anak yang merawatnya akan sangat membantunya.
Anak yang shalih, akan tumbuh menjadi anak yang mengerti, memahami orang tua, juga bersedia dengan ihlas merawat kedua orang tuanya kelak. Semua harta benda, kekayaan, bisnis yang kita bangun dengan penuh pengorbanan, sesungguhnya semuanya akan hancur dan tidak dibawa mati. Hanya anak shalihlah yang turut memberikan manfaat kepada kita, bahkan saat kita terbujur kaku menghadap Yang Maha Kuasa.
Anak Shalih Bisa Mengangkat Derajat Kedua Orangtuanya
Anak shalih bisa mengangkat derajat kedua orangtuanya, bahkan saat oranguanya sudah meninggal. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,” Maka ia pun bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab: “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu”. (Hadits shahih. HR. Ahmad, no. 10232)
Istighfar di sini maksudnya permohonan ampunan kepada Allah Ta’ala dari seorang anak untuk orangtuanya dalam bentuk doa. Sebagaimana dijelaskan juga dalam hadits yang lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seorang manusia meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal, (yaitu) sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
(Bersambung Bag. II)
Penulis Skrip dan editor: Tanti Ummu Fahdlan