
Bogor, Wadimubarak.com. Di tengah dunia pendidikan yang kerap dibayangi oleh tekanan target kurikulum, nilai ujian, dan tuntutan akreditasi, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak (STIU WM) menghadirkan angin segar melalui Seminar Nasional bertema “Pembelajaran Berdiferensiasi: Memahami dan Mengaktualisasi Keistimewaan Peserta Didik.”
Seminar yang diadakan di auditorium STIU-WM pada Sabtu (10/05/2025), ini menghadirkan Prof. Dr. Anwar Efendi, M.Si., Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, sebagai narasumber utama yang menawarkan pandangan revolusioner tentang esensi pendidikan sejati.
Sejak awal sesi, Prof. Anwar menekankan bahwa pendidikan bukan semata proses mencerdaskan, melainkan yang lebih penting adalah “menyelamatkan jiwa anak.” Gagasan ini menjadi benang merah sepanjang pemaparannya – diperkuat dengan refleksi mendalam, praktik nyata, dan strategi yang dapat langsung diterapkan oleh para guru serta pengelola sekolah.
Baca juga:
– Islamic Center Wadi Mubarak Jalin Kerja Sama dengan Yayasan Khairukum Jeddah untuk Tingkatkan Pendidikan Al-Qur’an
– Lawatan Ketua Yayasan Wadi Mubarak Ke Villingen-Schwenningen, Jerman – Wadi Mubarak
Menurutnya, salah satu kesalahan paling fatal dalam sistem pendidikan saat ini adalah memperlakukan semua peserta didik secara seragam. Padahal, setiap anak hadir dengan latar belakang, potensi, minat, serta gaya belajar yang berbeda. Karena itu, seorang guru tidak cukup hanya menjadi penyampai materi; ia harus menjadi pamong, pendamping yang memahami dinamika batin dan keunikan jiwa setiap anak.
“Guru yang baik adalah yang kehadirannya dirindukan murid,” ungkap Prof. Anwar, menyoroti pentingnya aspek emosional dalam hubungan guru dan siswa. Di sinilah nilai pembelajaran berdiferensiasi menemukan relevansinya: bukan sekadar metode, melainkan sikap menghargai keragaman potensi manusia.
Lebih lanjut, ia membalik adagium klasik yang selama ini dianggap sakral: “Bukan rajin pangkal pandai, melainkan merasa pandailah yang membuat anak menjadi rajin.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya membangun rasa percaya diri sebagai fondasi bagi kecintaan terhadap proses belajar.
Dalam aspek teknis, Prof. Anwar mengajak para guru untuk mengawali pembelajaran dengan apersepsi yang kuat. Menurutnya, apersepsi bukan sekadar menanyakan PR atau membuka buku pelajaran, melainkan menyentuh nalar dan rasa siswa, misalnya dengan pertanyaan reflektif atau retorik yang dapat mencairkan suasana kelas.
Baca juga:
– Menjaga Kemurnian Bacaan Sesuai Sunnah Rasulullah 14 Mahasiswa STIU Wadi Mubarak Dianugerahi Sanad Al-Quran
– Ketua Yayasan ICWM Dapatkan Sanad Al-Qur’an di Madinah
“Pertanyaan retorik di awal kelas bukan untuk dijawab, melainkan untuk menggugah. Ia berfungsi sebagai pemecah kebekuan yang membuka ruang berpikir,” jelasnya.
Prof. Anwar juga mengusulkan model halaqah kecil, yakni forum diskusi santai antarpendidik di luar jam belajar, sebagai ruang untuk berbagi ide, pengalaman, bahkan impian. Model ini terbukti efektif dalam membangun ikatan emosional antar guru serta menumbuhkan budaya saling mendengar.
Dengan gaya penyampaian yang hangat, penuh humor, dan sarat kisah nyata dari lapangan, Prof. Anwar berhasil merangkai filosofi pendidikan dengan strategi praktis di kelas. Tak heran, para peserta tampak antusias sejak awal hingga akhir sesi. Banyak guru dan calon pendidik mengaku menemukan kembali alasan utama mereka menekuni dunia pendidikan.
Seminar ini ditutup dengan refleksi bersama bahwa pembelajaran berdiferensiasi bukanlah proyek sesaat, melainkan fondasi untuk membangun sekolah yang sehat, manusiawi, dan bermakna. Melalui seminar ini, STIU Wadi Mubarak tidak hanya memperkuat perannya sebagai institusi ilmu keislaman, tetapi juga tampil sebagai pelopor pendidikan berjiwa fitrah di tengah arus tantangan zaman.//Prince of Al Hambra/
Dapatkan Informasi terkini dengan mengikuti saluran https://whatsapp.com/channel/ICWM
KLIK Informasi Pendaftaran Islamic Center Wadi Mubarak 2025-2026

