Bagian 1
Bantahan Terhadap Syubhat-Syubhat Seputar al-Qur’an
Kajian nonmuslim atau orientalis terhadap al-Qur’an banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang keluar dari pemahaman yang benar tentang al-Qur’an bahkan berpotensi menyesatkan. Ini bisa disebabkan oleh niat awal mereka yang bertujuan merusak pemikiran umat Islam, juga bisa disebabkan kekurangan intelektual mereka dalam memahami Islam.
Pemikiran-pemikiran yang asal mulanya diperkenalkan oleh kalangan orientalis tersebut tidak jarang digandrungi, diperkenalkan bahkan dielaborasi lebih jauh oleh intelektual-intelektual di kalangan muslim sendiri. Tentu saja ini merupakan tantangan dakwah yang perlu mendapat perhatian serius.
Sudah cukup banyak sanggahan dan bantahan telak dari para ulama dan intelektual muslim terhadap kekeliruan dan kesesatan pemikiran orientalis tentang al-Qur’an . Argumen dan bantahan ini harus terus diperkenalkan ke masyarakat dalam rangka menjaga dan menguatkan aqidah umat. Terlebih, sampai sekarang pemikiran-pemikiran orientalis tersebut selain dikagumi bahkan masih saja gencar diperkenalkan dan begitu mudah diakses.
Baca Juga: Inovasi Pengajaran Agama Islam (2)
Tulisan ini insyaallah akan membahas satu persatu argumen yang membantah beberapa pemikiran atau syubuhat tentang al-Qur’an .
Tuduhan Pertama:
Al-Qur’an bukanlah wahyu dari Allah, akan tetapi buku karangan Muhammad.
Bantahan:
Orientalis selalu menuntut pembuktian baik empirik maupun logis tentang keyakinan bahwa Al-Qur’an merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Pun demikian, pendapat mereka bahwa al-Qur’an bukanlah wahyu melainkan karangan Muhammad juga perlu pembuktian dan penjelasan yang masuk akal. Apakah pendapat mereka bisa diterima dengan akal sehat?
Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan jika dikatakan bahwa al-Qur’an merupakan karangan Muhamad Saw:
Pertama, jika al-Qur’an merupakan karangan Muhammad, mengapa beliau tidak menisbahkan “karangannya” yang agung ini pada dirinya sendiri, malah kepada pihak lain (Allah Swt) ?
Kedua, jika al-Qur’an adalah karangan Muhammad, untuk apa tujuan beliau mengambil resiko dengan menantang seluruh penghuni dunia supaya bisa mendatangkan hal yang sama?
Ketiga, jika al-Qur’an adalah karangan Muhammad, bagaimana beliau bisa mengetahui kabar tentang orang-orang terdahulu?
Keempat, jika al-Qur’an adalah karangan Muhammad, bagaimana beliau bisa menyampaikan banyak perkara ghaib, yang beberapa di antaranya telah terjadi saat beliau masih hidup dan beberapa lainnya masih berlangsung kejadiannya sampai hari kiamat kelak?
Baca Juga: Inovasi Pengajaran Agama Islam (1)
Mari kita renungkan. Bayangkan seorang pembohong mencoba menulis sebuah buku berisi tentang berbagai hal termasuk perkara ghaib yang dikarangnya sendiri dan membuat klaim bahwa buku yang ditulisnya tersebut merupakan wahyu Ilahi. Pastinya akan banyak orang cerdik pandai dengan mudah mengungkapkan kebohongan buku tersebut.
Bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa bukunya merupakan karangan manusia biasa. Seorang manusia biasa, ia akan menulis sebuah buku sesuai dengan standar yang dimilikinya sebagai manusia pada umumnya. Tulisannya akan bersumber dari keterbatasan kemampuan, perasaan/penginderaan, ambisi dan keinginan, pengetahuan yang dimiliki, dan konteks pembicaraannya.
Apakah berbagai keterbatasan manusiawi yang bisa kita lihat dalam al-Qur’an ? Dengan melihat lebih teliti terhadap ayat-ayat Al-Qur’an akan menjadi jelaslah ke-ilahiyah-an Al-Qur’an. Tema-tema yang terdapat dalam al-Qur’an sangatlah tinggi, jauh melampaui apa yang menjadi perhatian para manusia dan apa yang ada dalam pikiran mereka.
Yang dibicarakan oleh al-Qur’an berkisar pada topik-topik yang tidak dibicarakan oleh manusia pada umumnya dan mereka tidaklah mampu untuk mengarangnya. Seperti pembicaraan tentang sifat-sifat Tuhan, nama-nama, dan tindakan-Nya, tentang hari akhir dan kengeriannya, tentang surga dan neraka, serta pembicaraan tentang sejarah yang telah lampau dan masa yang akan datang.
Kita juga tidak menemukan ada perasaan dan emosi manusiawi yang terbawa dalam ayat-ayat al-Qur’an. Tidak ada emosi kesedihan di dalam ayat-ayat Makkiyah saat kaum muslimin tengah lemah dan tertindas, ataupun emosi euforia kemenangan dalam ayat-ayat Madaniyah.
Tidak kita temukan pembicaraan apapun di al-Qur’an yang berhubungan dengan penderitaan, kegembiraan, harapan dan pandangan Nabi. Sebagaimana juga tidak kita dapatkan pembicaraan Al-Qur’an tentang istri beliau Khadijah dan pamannya Abu Thalib di tahun yang penuh duka karena kematian mereka.
Baca Juga: Selayang Pandang PKM Wadi Mubarak (Flipbook)
Al-Qur’an tidak menyebutkan apapun tentang perkawinan Rasulullaah atau kelahiran anak-anaknya, atau kematian mereka, atau hal-hal pribadi lainnya yang berkaitan dengan istri-istri atau sahabat-sahabatnya. Al-Qur’an bukanlah sebuah buku yang dimaksudkan untuk mencatat biografi dan cerita, sehingga di dalamnya tidak disebutkan nama salah satu istri atau anak-anak beliau, bahkan tidak terdapat juga nama seorang sahabat maupun musuh dari musuh-musuh beliau, kecuali nama Abu Lahab dan Zaid.
Bahkan, Al-Qur’an tidak menyebut nama beliau kecuali hanya lima kali saja, sedangkan nama nabi Isa disebutkan sebanyak dua puluh lima kali, dan nama nabi Musa disebutkan lebih dari seratus kali. Ini semakin membuktikan kepada setiap pembaca al-Qur’an bahwa al-Qur’an itu adalah kitabullah, bukan kitab Muhammad.
Bagaimana jika tuduhan serupa kita alamatkan pada kitab-kitab suci yang diyakini agama lain saat ini? Misalnya kitab Kristen dan Yahudi saat ini. Beberapa penelitian, bahkan yang dilakukan oleh kalangan mereka sendiri, menemukan bahwa kitab tersebut penuh dengan bukti bahwa ia merupakan karangan seorang manusia, penuh dengan cerita tentang kesedihan manusia, rasa sakit, harapan dan keinginan. Wallaahu a’lam bish showab.
*Penulis adalah Alumni Universitas Islam Madinah, Mudir Mahad dan Dosen Tetap STIU Wadi Mubarak